Infoparlemensukabumi.com||Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Sukabumi Hera Iskandar meminta Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi mengawasi pelaksanaan putusan Pengadilan Hubungan Industrial terhadap PT Gunung Salak Sukabumi. Diketahui, perusahaan pakaian jadi itu harus membayar kompensasi terhadap buruh akibat PHK sepihak.
Hera menyebut, putusan Pengadilan Hubungan Industrial – Bandung sudah bersifat inkrah. “Tinggal perusahaan menjalankan. Disnakertrans harus memantau pelaksanaan putusan itu,” kata Hera kepada Media, Rabu, 15 Desember 2021. Hera berujar, kasus seperti ini merupakan fenomena gunung es di pabrik-pabrik di Sukabumi.
“Hampir kebanyakan perusahaan kasusnya sama, tidak memberikan salinan kontrak kerja kepada buruh. Sehingga saya meminta Disnakertrans Kabupaten Sukabumi harus menginvertarisir perusahaan-perusahaan mana yang tidak memberikan kontrak kerja kepada karyawannya,” tambah Hera.
Diberitakan sebelumnya, delapan buruh yang melayangkan gugatan terhadap PT Gunung Salak Sukabumi lewat kuasa hukum mereka, bisa bernapas lega. Sebab, Senin, 13 Desember 2021, Pengadilan Hubungan Industrial – Bandung mengabulkan sejumlah tuntutan mereka ihwal pemutusan hubungan kerja atau PHK sepihak.
Delapan buruh PT Gunung Salak Sukabumi tersebut adalah Yuni Herawati (kerja sejak 24 Mei 2016), Dasep Surizki (sejak 11 Juli 2018), Rusmiati (sejak 2 Juni 2018), Sulasih (10 Maret 2016), Mimah Halimah (24 Mei 2016), Yuliana (27 Juni 2018, Echa Sri Mulyani (18 Juli 2018), dan Rismawati (bekerja sejak 11 Februari 2013).
Kedelapan pekerja itu mengalami PHK sepihak oleh PT Gunung Salak Sukabumi, sebagai anak cabang Nobland Internasional yang berasal dari Korea Selatan dan kantor pusat Nobland Internasional beralamat di 197-15, Karak-Dong, Songpa-Gu, Seoul, 138-162 South Korea. Ini merupakan perusahaan yang memproduksi pakaian jadi.
Kasus ini berawal saat para penggugat yang tak lain adalah buruh di PT Gunung Salak Sukabumi, tidak semuanya mendapatkan salinan perjajian kerja pada saat melakukan perjajian kerja. Seluruh perjanjian kerja dipegang pihak perusahaan dan sampai sekarang tidak memberikan salinan perjanjian kerja secara tertulis yang telah dibuat.
Awal Maret 2021, delapan buruh tersebut dipanggil satu per satu oleh PT Gunung Salak Sukabumi dan diberitahukan mereka telah habis masa perjanjian kerjanya pada 30 Maret 2021. Tetapi, para pekerja tidak menandatangani surat pemberitahuan tersebut. Alhasil, setelah melakukan serangkaian perundingan bipartit dan mediasi oleh Disnakertranas, namun menemui jalan buntu, kasus ini masuk ke Pengadilan Hubungan Industrial Provinsi Jawa Barat di Bandung.
Melansir dari laman resmi Pengadilan Hubungan Industrial – Bandung dengan nomor perkara 232/Pdt.Sus-PHI/2021/PN Bdg, dinyatakan hubungan kerja antara buruh dan tergugat dalam hal ini PT Gunung Salak Sukabumi demi hukum sebagai hubungan kerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau PKWTT, sejak terjadinya hubungan kerja.
Kemudian, menyatakan PHK yang dilakukan PT Gunung Salak Sukabumi terhadap para pekerja batal demi hukum. Selanjutnya, menyatakan putus hubungan kerja antara pekerja dengan perusahaan sejak putusan ini dibacakan.
Pengadilan Hubungan Industrial pun menghukum perusahaan untuk membayar kompensasi secara tunai dan sekaligus kepada delapan pekerja dengan jumlah total seluruhnya Rp 320.356.613, dengan perincian kompensasi masing-masing penggugat sebagai berikut:
- Yuni Herawati Rp 49.033.080
- Dasep Surizki Rp 34.651.433
- Rusmiati Rp 34.651.433
- Sulasih Rp 49.033.288
- Mimah Halimah Rp 49.033.080
- Yuliana Rp 34.651.433
- Echa Sri Mulyani Rp 34.651.433
- Rismawati Rp 34.651.433
Komentar